PenyelesaianPerkara Perdata di Pengadilan Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016. by Komang Wiantara. Download Free PDF Download PDF Download Free PDF View PDF. ETIKA PROFESI DAN BANTUAN HUKUM DI INDONESIA. by Dr. Kurniawan T R I PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN MELALUI MEDIASI DI SISTEM PERADILAN AGAMA
on 12 Maret 2014. Dilihat 44883 TUGAS DAN WEWENANG PENGADILAN AGAMA Wewenang Pengadilan Agama berdasarkan penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah A. Perkawinan Dalam perkawinan, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari’ah, antara lain 1. Ijin beristeri lebih dari seorang; 2. Ijin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun dalam hal orang tua, wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. Dispensasi kawin; 4. Pencegahan perkawinan; 5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. Pembatalan perkawinan; 7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau isteri; 8. Perceraian karena talak; 9. Gugatan perceraian; 10. Penyelesaian harta bersama; 11. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; 12. Penguasaan anak-anak; 13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; 14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak; 15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. Pencabutan kekuasaan wali; 17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut; 18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 delapan belas tahun yang ditinggal kedua orang tuanya, padahal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya; 19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam; 21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campur; dan 22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. B. WARIS Dalam perkara waris, yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama disebutkan berdasarkan penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagai berikut 1. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris; 2. Penentuan mengenai harta peninggalan; 3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris; 4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut; 5. Penetapan Pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, dan penentuan bagian-bagiannya. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama terdapat kalimat yang berbunyi “Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan”. Kini, dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang tersebut, kalimat itu dinyatakan dihapus. Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan, bilamana pewarisan itu dilakukan berdasarkan hukum Islam, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Pengadilan Agama. Selanjutnya dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama di seluruh wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar hukumnya. Selain dari itu, berdasarkan pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama juga diberi tugas dan wewenang untuk menyelesaikan permohonan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang agama yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. C. Wasiat - Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan Agama dijelaskan bahwa definisi wasiat adalah “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.” Namun, Undang-Undang tersebut tidak mengatur lebih jauh tentang wasiat. Ketentuan lebih detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam KHI. Dalam KHI, wasiat ditempatkan pada bab V, dan diatur melalui 16 pasal. - Ketentuan mendasar yang diatur di dalamnya adalah tentang syarat orang membuat wasiat, harta benda yang diwasiatkan, kapan wasiat mulai berlaku, di mana wasiat dilakukan, seberapa banyak maksimal wasiat dapat diberikan, bagaimana kedudukan wasiat kepada ahli waris, dalam wasiat harus disebut dengan jelas siapa yang akan menerima harta benda wasiat, kapan wasiat batal, wasiat mengenai hasil investasi, pencabutan wasiat, bagaimana jika harta wasiat menyusut, wasiat melebihi sepertiga sedang ahli waris tidak setuju, di mana surat wasiat disimpan, bagaimana jika wasiat dicabut, bagaimana jika pewasiat meninggal dunia, wasiat dalam kondisi perang, wasiat dalam perjalanan, kepada siapa tidak diperbolehkan wasiat, bagi siapa wasiat tidak berlaku, wasiat wajibah bagi orang tua angkat dan besarnya, dan wasiat wajibah bagi anak angkat serta besarnya. D. Hibah - Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan definisi tentang hibah sebagai “pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.” - Hibah juga tidak diregulasi secara rinci dalam Undang-Undang a quo. Ia secara garis besar diatur dalam KHI, dengan menempati bab VI, dan hanya diatur dalam lima pasal. Secara garis besar pasal-pasal ini berisi Subjek hukum hibah, besarnya hibah, di mana hibah dilakukan, harta benda yang dihibahkan, hibah orang tua kepada anak, kapan hibah harus mendapat persetujuan ahli waris, dan hibah yang dilakukan di luar wilayah Republik Indonesia. E. Wakaf - Wakaf dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dimaknai sebagai “perbuatan seseorang atau sekelompok orang wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.” Tentang wakaf ini tidak dijelaskan secara rinci dalam Undang-Undang ini. - Ketentuan lebih luas tercantum dalam KHI, Buku III, Bab I hingga Bab V, yang mencakup 14 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur Ketentuan umum, yaitu definisi wakaf, wakif, ikrar, benda wakaf, nadzir, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf; fungsi wakaf; subjek hukum yang dapat mewakafkan harta bendanya; syarat benda wakaf; prosedur mewakafkan; syarat-syarat nadzir; kewajiban dan hak-hak nadzir; pendaftaran benda wakaf; perubahan, penyelesaian dan pengawasan benda wakaf. Khusus mengenai perwakafan tanah milik, KHI tidak mengaturnya. Ia telah diregulasi empat tahun sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, lembaran negara No. 38 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. F. Zakat - Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorag Muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. KHI tidak menyinggung pengaturan zakat. - Regulasi mengenai zakat telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Lembaran Negara Nomor 164 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Secara garis besar, isi Undang-Undang ini adalah Pemerintah memandang perlu untuk campur tangan dalam bidang zakat, yang mencakup perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat; tujuan pengelolaan zakat; organisasi pengelolaan zakat; pengumpulan zakat; pendayagunaan zakat; pengawasan pengelolaan zakat; dan sanksi terhadap pelanggaran regulasi pengelolaan zakat. G. Infaq - Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan “perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi karunia, atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.” - Kewenangan Pengadilan Agama ini belum pernah diatur secara tersendiri dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dan dalam Undang-Undang ini juga tak diatur lebih lanjut. F. Shadaqah - Mengenai shadaqah diartikan sebagai “Perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridha Allah dan pahala semata.” - Sama seperti infaq, shadaqah juga tidak diatur dalam regulasi khusus. Dan hingga kini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. H. Ekonomi Syari’ah Ekonomi syari’ah diartikan dengan “Perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah.” Kewenangan itu antara lain 1. Bank Syari’ah; 2. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah; 3. Asuransi Syari’ah; 4. Reasuransi Syari’ah; 5. Reksadana Syari’ah; 6. Obligasi Syari’ah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syari’ah; 7. Sekuritas Syari’ah; 8. Pembiayaan Syari’ah; 9. Pegadaian Syari’ah; 10. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari’ah; dan 11. Bisnis Syari’ah. Hubungi Kami Gedung Sekretariat MA Lt. 6-8 Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat Telp 021-29079177 Fax 021-29079277 Email Redaksi Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk Ditjen Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. Lokasi Kantor Instagram Twitter Facebook Unit Eselon II Tautan Aplikasi Kategori
- ሡ ኘо обխጱоն
- Γሟξиሜи иሼοւу եслул
BerdasarkanPasal 30 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang Kejaksaan. Di bidang pidana : melakukan penuntutan; melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat
Jakarta Mahkamah Agung MA merupakan lembaga yang berperan besar dalam kelangsungan hukum di Indonesia. Hal ini lantaran MA memiliki peran sebagai lembaga tinggi negara yang melaksanakan tugas kehakiman. Mahkamah Agung termasuk kedalam lembaga yudikatif sebagai lembaga yang memegang kekuasaan kehakiman. MA mendapat izin untuk menyelenggarakan peradilan atau pengadilan dalam sejumlah bidang tertentu, seperti peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Dalam Pasal 1 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dijelaskan bahwa Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Pimpinan dan Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah Hakim Agung. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung serta diangkat oleh Presiden. Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini? Lalu, apa saja sih tugas, wewenang dan dasar hukum dari Mahkamah Agung? yuk simak Sobat! Dasar Hukum Mahkamah Agung Dilansir dari laman adapun dasar hukum Mahkamah Agung berada di Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat 2 dan pasal 24A ayat 1-5, berikut isi dasar hukumnya Pasal 24 Ayat 2 “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. 2. Pasal 24A Ayat 1-5 1 Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. 2 Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. 3 Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. 4 Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. 5 Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung Adapun tugas, fungsi dan wewenang Mahkamah Agung berdasarkan dari laman resmi yaitu -Fungsi Peradilan a. Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali agar semua hukum dan undang-undang di Indonesia diterapkan secara adil, tepat dan benar. b. Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir, yaitu - Semua sengketa tentang kewenangan mengadili. - Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap - Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku c. Mahkamah Agung berhak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan di bawah Undang-undang tentang apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya materinya bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi. -Fungsi Pengawasan a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara. b. Mahkamah Agung juga melakukan fungsi pengawasan terhadap - Pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim Pasal 32 UU MA Nomor 14 Tahun 1985. - Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan. -Fungsi Mengatur a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan. b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri jika dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang. -Fungsi Nasehat a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain. Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi. Selanjutnya, MA diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya. b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 UU Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. -Fungsi Administratif a. Badan-badan Peradilan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat 1 UU Tahun 1970 secara organisatoris, administratif dan finansial sampai saat ini masih berada di bawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 1 UU No. 35 Tahun 1999 sudah dialihkan di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. b. MA berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan. -Fungsi Lain-lain Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. Nah, demikian Sobat informasi seputar tugas, wewenang dan dasar hukum dari Mahkamah Agung sebagai lembaga tinggi negara yang melaksanakan tugas kehakiman. Dewi Larasati
Perludiketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara (PTUN). Tugas dan wewenang DPR, yaitu: Berikut yang tidak termasuk ciri cinta tanah air adalah .
Indonesiasendiri memiliki 3 lembaga yang berada dalam naungan Yudikatif. Lembaga tersebut diantaranya: Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung. Komisi Yudisial. Pada artikel kali ini, kita akan membahas secara lebih lanjut lembaga yudikatif, mulai dari sejarah hingga contoh-contohnya.
Jurusitadalam bahasa Belanda yaitu deuurwaader, Jurusita/Jurusita Pengganti adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh pemerintah untuk melakukan tugas kejurusitaan di Pengadilan dimana ia bertugas. Jurusita termasuk kedalam tenaga fungsional, karena ia bertugas sesuai dengan fungsi yang dimilikinya disamping Panitera/Panitera Pengganti dan hakim.
Berikutsoal dan kunci jawaban UAS PKN Kelas 10 SMA pada kurikulum 2013 untuk semester 1. Sebelum melaksanakan ujian UAS, adik-adik yang duduk di kelas 10 SMA sebaiknya berlatih soal untuk mengisi ujian mata pelajaran PKN dengan baik. A. Jawablah soal dibahwah ini dengan benar! 1. Menurut Jean Bodin, sifat-sifat pokok berdaulat mencakup berikut ini, kecuali .a. memaksab. permanenc. bulatd
Pengadilandalam lingkungan badan peradilan agama mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara perdata khusus orang-orang yang beragama Islam, yaitu perkara mengenai perkawinan, perceraian, pewarisan, dan wakaf.
Pasal30. Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : Melakukan penuntutan; Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana, pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; Melakukan penyidikan terhadap
Langsungsaja berikut ini akan dibahas mengenai apa saja tugas-tugas dan wewenang pemerintah pusat menurut UU No 32 Tahun 2004 lengkap beserta penjelasan dan contohnya. 1. Mengatur Politik Luar Negeri. Pemerintah pusat berwenang mengatur segala macam urusan politik luar negeri. Misalnya penetapan kebijakan atau perjanjian kerjasama dengan
. 5818rll9ut.pages.dev/4545818rll9ut.pages.dev/825818rll9ut.pages.dev/1645818rll9ut.pages.dev/4575818rll9ut.pages.dev/3785818rll9ut.pages.dev/2595818rll9ut.pages.dev/1285818rll9ut.pages.dev/478
berikut yang tidak termasuk tugas dan wewenang peradilan agama yaitu